ABSTRAK
Pada saat ini, di antara negara di mana pemerintahnya memberikan dukungan penuh dalam mempromosikan proses Sertifikasi Halal terhadap industri produk konsumtif dan pelayanan (non konsumtif) adalah Malaysia dan Singapura; atas nama JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) dan MUIS (Majlis Ugama Islam Singapore). Adapun kebanyakan Sertifikasi Halal di negara negara lain dididirikan, dilaksanakan dan dikembangkan oleh organisasi-organisasi tertentu yang bersifat lokal atau non pemerintah; NGO-Non Governmental Organization, termasuk diantaranya adalah MUI, Majlis Ulama Indonesia.
Sertifikasi Halal memberikan jaminan pada para konsumer Muslim, sebab konsep dari makanan Halal yang disertifikasi adalah yang memenuhi syarat ke-Halal-annya dari bahan mentah, proses dan penyajian, yang di istilahkan sebagai ‘Halal from Farm to Fork’. Tulisan ini akan membahas sekilas tentang hal hal yang berkaitan dengan konsep konsumsi Halal dalam Islam secara umum, beberapa poin dalam standar Halal Malaysia, dan salah satu Institut Halal Internasional dalam bidang riset dan pelatihan di International Islamic University Malaysia, yang bernama INHART. Penulis mengharap adanya kerjasama yang lebih banyak, yang bisa dijalin pada masa yang akan datang, dari pihak akademisi atau non akademisi di Indonesia dan Malaysia dalam pengembangan industri Halal yang semakin mendunia, dan harapan yang lebih besar lagi adalah adanya dukungan dari pemerintah Indonesia untuk memperkuat sektor Halal di Indonesia, yang akan membawa pada peningkatan kualitas spiritual dan material, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi bangsa.
Kata kunci: Halal, Industri, Sertifikasi, Jaminan, Standar
Â
1. PENDAHULUAN
Industri Dalam Bidang Halal
Industri Halal saat ini sangatlah luas. Pembahasan Halal tidak hanya terbatas pada masalah konsumsi saja. Saat ini paling tidak ada 11 industri yang melibatkan pembahasan Halal. Seperti yang tertera berikut ini:[1]
Dalam sektor Pariwisata, Malaysia di anggap sebagai destinasi Halal nomer satu bagi para pelancong Muslim di dunia, dan menyusul setelah itu usaha usaha Jepang untuk menciptakan fasilitas yang sama bagi para pelancong Muslim untuk menmgunjungi Negara tersebut, mengingat sektor industri pariwisata dapat memberikan pemasukan yang sangat besar bagi Negara.
Â
2. KONSEP HALAL DALAM ISLAM DAN PENTINGNYA KONSUMSI HALAL
Konsep konsumsi Halal dalam Qur’an:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bum dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang yata bagimuâ€. (Al Baqoroh 168)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nyaâ€. (Al Maidah 88)
“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayangâ€. (Al Anfal 69)
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nyaâ€. (An Nahl 114)
Â
Konsep konsumsi Halal dalam Hadith
 “Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir r.a,â€Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka, barang siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa dia adalah hati†(HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist ini merupakan salah satu landasan pokok dalam syariat. Kata imam Abu Dawud, “Hadist ini merangkum seperempat ajaran Islam. Barang siapa yang merenungkannya, ia akan memperoleh semua kandungan yang disebutkan, karena hadist ini mengandung penjelasan tentang halal, haram, syubhat, serta apa yang baik serta merusakkan hati. Semua ini menuntut untuk mengetahui hukum syariat, baik pokok maupun cabangnya. Hadist ini juga merupakan dasar bagi sikap wara’, yaitu meninggalkan sesuatu yang syubhat (samar).†Para Ulama telah sepakat mengenai keagungan hadist ini dan banyaknya faidah yang terkandung di dalamnya.
Hadist ini mengabarkan kepada kita bahwa segala sesuatu itu terbagi menjadi tiga, yaitu halal, haram dan syubhat.
Â
2.1Â Â Halal
2.1.1 Halal berasal daripada kata bahasa Arab yaitu halla, yahillu, hillan, wahalalan yang bermaksud dibenarkan atau dibolehkan oleh Hukum Islam/Syarak.
2.1.2 Definisi Halal mengikut Perintah Perihal Dagangan (Takrif Halal) 2011 dan Perintah Perihal Dagangan (Takrif Halal) (Pindaan) 2012 adalah seperti berikut:
Apabila suatu makanan atau barang-barang diperihalkan sebagai halal atau diperihalkan dengan apa-apa ungkapan lain untuk menunjukkan makanan atau barang-barang itu boleh dimakan atau digunakan oleh orang Islam, ungkapan tersebut berarti makanan atau barang-barang itu:
a. bukanlah dan tidaklah terdiri daripada atau mengandungi apa-apa bahagian atau benda dari binatang yang orang Islam dilarang oleh Hukum Syarak bagi orang Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih mengikut Hukum Syarak dan Fatwa;
b. tidak mengandungi apa-apa benda yang najis mengikut Hukum Syarak dan Fatwa;
c. tidak memabukkan mengikut Hukum Syarak dan Fatwa;
d. tidak mengandung mana-mana bahagian atau anggota manusia atau hasilan daripadanya yang tidak dibenarkan oleh Hukum Syarak dan Fatwa;
e. tidak beracun atau memudaratkan kesihatan; f. tidak disediakan, diproses atau dikilang menggunakan apa-apa peralatan yang dicemari najis mengikut Hukum Syarak dan Fatwa; dan
g. tidaklah dalam masa menyediakan, memproses atau menyimpannya bersentuhan, bercampur atau berdekatan dengan apa-apa makanan yang gagal memenuhi subsub perenggan (a) dan (b).
Â
2.2Â Â Haram
Haram artinya tidak di perbolehkan dan tidak dibenarkan oleh ajaran Islam/Sharak.
Konsumsi yang diharamkan sebagaimana yang disebut dalam Al Quran:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayangâ€. Al Baqoroh:173
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa makanan yang diharamkan pada dasarnya ada empat kategori:
2.2.1 Bangkai
Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu, sebagiman diterangkan dalam surat al Maidah:3
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnyaâ€.
a.      Al Munkhoniqoh, hewan yang mati karena tercekik, baik secara sengaja ataupun tidak.
b.      Al Mauquudah, hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum.
c.      Al Mutaraddiyah, hewan yang mati karena terjatuh dari tempat tinggi atau terjatuh disumur dll
d.      An Nathiihah, hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya.[2]
 Bangkai yang boleh dimakan berdasarkan hadis yaitu ikan dan belalang.
“Dari Ibnu Umar berkata: “Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.â€[3] Darah, yang mengalir sebagimana termaktub dalam surah Al An’aam ayat 145.
2.2.2         Darah yang mengalir, sebagaiman tercantum dalam surat Al Anaam 145. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannyaâ€. [4]
2.2.3Â Â Â Â Â Â Â Â Â Daging babi, baik yang dipelihara atau tidak, dan mencakup seluruh bagian tubuh babi (daging, tulang, kotoran, organ dalam, bulu, kulit) juga termasuk lemak/minyaknya.
2.2.4Â Â Â Â Â Â Â Â Â Binatang yang disembelih tidak disebut nama Allah. Ini termasuk yang disebut nama berhala atau siapapun yang selain nama Allah, dan juga yang di persembahkan untuk para berhala (seperti yang disebut dalam surah AlMaidah ayat 3).
2.2.5Â Â Â Â Â Â Â Â Â Adapun yang lain lain yang masuk dalam kategori yang tidak boleh di konsumsi adalah sebagai berikut:
- Hewan yang diterkam binatang buas, seperti hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudian mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena.[5]
- Binatang Buas Bertaring. Hal ini berdasarkan hadits: “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakanâ€[6]Â
- Burung yang BerkukuTajam.Hal ini berdasarkan hadits: Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajamâ€
- Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya.[7]Â Â
- Khimar Ahliyyah (Keledai Jinak) Hal ini berdasarkan hadits yang artinya:“DariJabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kudaâ€.[8] Dalam riwayat lain disebutkan: Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda.[9]Â
- Al-Jallalah. Hal ini berdasarkan hadits:“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaikiâ€[10] “Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.â€[11] “Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya.â€[12] Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran hewan atau manusia.Â
Â
2.3Â Â Â Â Â Syubhat
Status yang masih diragukan boleh dan tidaknya, diantaranya dikarenakan adanya unsur unsur luar. Seperti makanan yang sudah diproses. Buah pisang yang halal, apabila digoreng dengan minyak goreng yang tidak disebutkan halalnya, akan menjadikan status pisang tadi syubhat. Begitu juga air minum yang sudah diproses, bisa jadi filterasinya dengan peralatan yang tidak halal, sehingga menjadikan status air yang aslinya halal menjadi tidak halal. Inilah bagian bagian yang mesti di perhatikan, dan kita harus hati hati untuk mengkonsumsi. Apabila ada keraguan maka harus ditinggalkan dan kembali kepada yang sudah jelas statusnya. Sehingga kita terhindar dari perbuatan yang dilarang ajaran agama. Kalau kita dalam keadaan darurat, maka yang syubhat, bahkan yang diharamkan pun menjadi boleh.
Comments