ABSTRAK
Sang Pencipta tidak akan membangun sebuah bangsa dengan semua keunggulan yang ada, ada yang diberi kelebihan ada yang diberi kekurangan, agar mereka saling mengisi bekerjasama dan atau memilih untuk tetap menjadi diri sendiri.
Kalimat diatas seringkali muncul dalam angan, mari kita bayangkan andaikan ada sebuah bangsa yang memiliki kekayaan bahan galian mineral tambang seperti di wilayah benua Afrika, sumber daya minyak dan gas seperti kawasan Timur Tengah, tanah yang subur seperti Asia Tenggara dan kepandaian seperti bangsa Israel – Yahudi. Sudah pasti bangsa ini akan sangat dominan bahkan bisa jadi pemimpin dunia.
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang mejemuk dengan ribuan pulau, suku bangsa dan bahasa serta jumlah penduduk yang terbesar ke-5 di dunia. Sudah pasti Indonesia memiliki tantangan yang sangat besar, ditambah situasi politik dan ekonomi yang selalu berganti, menjadikan tantangan yang dihadapi semakin berat, baik dari segi ekonomi, social, dan budaya.
Negeri ini terlahir hampir memiliki segalanya, tanah yang subur, sumber energi mulai minyak, gas, hingga panas bumi. Diperkaya lagi dengan bahan galian mineral emas, perak, tembaga, disela-sela panorama alam yang indah.
Namun kenapa hanya seperti ini yang dapat kita raih?
Kata kunci: Indonesia adalah Indonesia, ada apa dengan negriku
1. PENDAHULUAN
Tulisan ini bermula dari beberapa kali kesempatan untuk melaksanakan tugas dari perusahaan tempat saya bekerja, melaksanakan operasi di Indonesia hingga manca Negara. Mulai dari Kalimantan, Sumatera, Maluku, dan Nusa Tenggara. Juga di lingkukngan internasional di Asia, Timur Tengah, hingga benua Afrika. Selain itu, saya punya kebiasaan mengamati perilaku manusia dan membaca buku juga majalah, serta beroganisasi dan berkomunikasi. Saat ini, saya berdomisili di Kuala Lumpur dan memiliki kesempatan yang luas untuk mendengar dan mengemukakan pendapat baik dengan sesama orang Indonesia atau pun dengan orang asing.
Dari uraian di atas, saya mencoba menuliskannya untuk jadi bahan renungan. Layaknya seorang seniman, apa yang dirasakan dan dipikirkannya dituangkan dalam bentuk lagu, lukisan, puisi, patung, ukiran, serta karya seni lainnya. Bagi saya, menulis adalah sarana terbaik untuk mencurahkan pikiran dan isi hati, dengan harapan agar berguna bagi siapa yang membacanya.
Â
2. LATAR BELAKANG
Bermula dari sebuah pertanyaan, “ada apa dengan negeriku?â€, sebagaimana dipaparkan dalam abstrak di atas, sebuah negeri yang dianugerahi keindahan, tanah yang subur, kaya sumber daya alam dan matahari yang selalu bersinar. Namun seringkali kalah dan tertinggal di banding negara-negara lain yang serba kekurangan jika dilihat dari sumber kekayaan alam.
Orang–orangnya dikenal ramah dan pandai membawa diri, taat beragama dan sangat menghormati sesama. Rasanya tiada cela yang terungkap saat mereka berbicara tentang Orang Indonesia.Â
Negara yang kecil tanpa sumber daya alam seperti Singapura, dapat hidup tentram walaupun biaya hidupnya tinggi. Negeri di kawasan Timur Tengah tetap dapat makan enak dan bergizi walaupun tanahnya tandus dan kering kerontang.
Tulisan ini adalah sedikit catatan perjalanan selama ini yang selalu menjadi pertanyaan dalam hati dan pikiran. Ada apa dengan Indonesia?
Â
3. KU MENDENGAR, KU MELIHAT DAN KU MERASAKAN
Mengawali karir dari dunia Pertambangan–Explorasi, hingga saat ini bekerja di industi minyak dan gas, saya selalu berhubungan dengan orang baru, bahkan dari belahan dunia lain. Dimulai dari orang Jerman dan Inggris yang lama bermukin di Afrika Selatan, orang–orang Amerika Latin yang berbahasa ibu Spanyol dan Portugis, juga orang-orang dari daratan Eropa dengan dialek Inggris bercampur Perancis, Belanda bahkan Jerman dan terakhir sudah tentu orang Amerika.Â
Disaat-saat istirahat berkerja sambil memperlancar bahasa Inggris saya, kami selalu berdiskusi tentang hal–hal ringan dalam hidup ini seperti tempat berlibur atau negara termpat mereka berasal.
Saat-saat seperti ini saya rasakan luar biasa sekali karena setiap kali mereka bercerita tentang Indonesia, mereka selalu berbinar. Bahkan diantara mereka banyak yang mulai menikah dan bertempat tinggal di Indonesia khususnya Bali.
Dengan sebuah kalimat singkat mereka selalu mengatakan Indonesia itu adalah Wanita Cantik lahir bathin namun salah berbusana dan berdandan.
Para turis asing yang berkunjung hanya perlu mencari keasliannya karena itulah letak keindahan sejatinya. Mereka selalu heran saat saya katakan bahwa saya belum pernah ke Bali (waktu itu) sementara mereka mengatakan bahwa banyak teman-teman mereka rela menabung 1 – 2 tahun kemudian tinggal di Bali atau Lombok.Â
Tidak ada negeri yang seindah Indonesia, mulai dari hutan Tropis di Kalimantan, Padang Savana di Nusa Tenggara, Ngarai Sianok di Sumatera Barat, Taman Laut Bunaken, Salju Abadi di Punjak Jaya dan yang Sempurna adalah Sun-Rise di Bromo. Semua terpahat indah seolah–olah Tuhan sedang melukis dengan bumi sebagai medianya. Demikian mereka selalu mengatakan pada saya.
Mereka selalu membandingkan dengan negeri dimana mereka berasal, teman- teman dari Eropa dan Jepang sangat menderita saat musim salju tiba, karena suhu udara bisa membuat tulang keropos akibat kedinginan. Atau dengan padang kering kerontang di Timur Tengah dimana debu dan badai pasir selalu melanda dan suhu bisa mencapai hampir 60 derajat celcius.Â
Keindahan Gunung Bromo
Saking indahnya, banyak dari mereka bahkan mau mengambil liburan yang sangat ekstrim, berkelana menyelusuri hutan, naik ke gunung dan menyusuri sungai.Â
Â
Akan tetapi mereka seringkali sedih karena pemandangan yang ingin dilihat justru ditutupi oleh para pedagang kaki lima yang ingin berjualan, atau keasikan mereka dalam menikmati pemandangan terganggu oleh para pedangan asongan.
Orang kulit putih yang saya kenal kebanyakan bekerja di sektor industri migas, dan mereka sangat senang tinggal di Indonesia , orangnya ramah–ramah , harga barang murah, khususnya bahan makanan. Demikian juga dengn iklimnya yang tidak ekstrim seperti negara di mana mereka berasal.
Â
Sumber daya alam Indonesia yang melimpah adalah daya tarik para pemodal untuk “berjudi†di Indonesia dan menggali kekayaan alam Indonesia. Banyak manfaat yang didapat, akan tetapi terkadang diikuti juga dengan dampak negatif. Ini yang dinamakan resiko dan harus kita-kita terima bila ingin maju dan berkembang.
Berilah kesempatan kepada mereka untuk merekam indahnya negeri ini, dan tugas kita menjaga keindahannyaÂ
4. BANDINGKAN YANG TIDAK SEJENIS – KISAH PENDIDIKAN INDONESIA
Seringkali kita sebagai anak bangsa sedih melihat kondisi kita saat ini, bukan semakin membaik malah sebaliknya. Orang Indonesia yang dulunya ramah sekarang beringas, mudah sekali disulut. Emosi dan kepentingan sesaat telah mengalahkan segalanya. Nalar dan hati kita entah kemana hingga apa yang terjadi saat ini sama sekali jauh dari yang kita harapkan sebagaimana tertuang dalam paragraf ke-4 Pembukaan UUD 1945.
Banyak sekali tulisan dan mereka yang merasa pakar dibidangnya membuat komentar-komentar yang seolah – olah malah merendahkan kondisi Indonesia. Jauh dari optimisme yang seharusnya dimiliki oleh setiap bangsa yang merdeka. Kejadiannya selalu dengan membanding-bandingkan dengan pendidikan di luar negeri, mulai fasilitas fisik, para tenaga pengajarnya hingga metode pendekatan pada peserta didik.
Komentar yang bisa saya tangkap seperti masalah pendidikan di Indonesia. Seringkali para “pakar†membuat dan sekaligus membandingkan sistem pendidikan di Indonesia yang dianggap tertinggal dibandingkan dengan negara negara lain. Anak-anak kita seringkali dipaksakan belajar dengan fasilitas internet sementara ada jutaan anak Indonesia di pedalaman yang bersekolah tanpa seragam dan sepatu.
Guru–guru dituntut memberikan nilai yang baik sementara dengan kurikulum yang selalu berganti untuk dapat dipahami oleh guru saja sudah sukar apalagi oleh muridnya. Murid harus naik kelas berapapun nilai yang dimiliki akan menyusahkan dalam penyusunan peringkat hingga tidak perlu ada pekerjaan rumah.
Beberapa waktu lalu kita membaca bahkan ada guru yang disiksa oleh orangtua murid dan bahkan sampai masuk kedalam tahanan. Apa ini yang disebut kebablasan hingga setiap orang dapat melakukan apa yang dia suka dan apa yang dia mau.
Yang terjadi saat ini adalah para pendidik kita terlalu sibuk dengan melayani kemauan mereka hingga system pendidikan di Indonesia saat ini makin tidak menentu, mulai kurikulum hingga metode pengajaran yang berganti ganti sesuai keinginan pihak lain.
Mari kita lihat kebelakang, Luas Indonesia 1.900.000 km2 itu kurang lebih sama dengan luas setengah benua Eropa dan terdiri dari 17.508 pulau, dengan 258 juta penduduk, serta ditambah berbagai aneka ragam suku bangsa sejumlah 1.340 ada didalamnya . Kondisi inilah yang mengakibatkan kita harus bijak dalam menetapkan kurikulum dan metode belajar bukan sekedar menjiplak sistem pendidikan yang ada di “negara majuâ€.
Filosofi yang paling mudah adalah, kenapa anak Indonesia saat bersekolah menggunakan baju seragam semantara di “negara maju†berpakaian bebas. Sederhana jawabannya, anak Indonesia itu datang dari berbagai latar belakang suku ras agama sampai status sosial dan ekonomi, maka perlu sebuah cara untuk menyeragamkan dan menyamakan kedudukan dan statusnya agar tidak terjadi kesenjangan luar biasa dalam sebuah kelas ajar.
Pendidikan di Indonesia bukan sekedar mencerdaskan peserta didik dengan nilai dan gelar, tapi mencerdaskan kehidupan bangsa yang artinya kesuksesan pendidikan Indonesia bukan diukur dari individu–individu tapi secara keseluruhan sebagai usaha pembangunan karakter bangsa Untuk hal ini kita perlu berketetapan bahwa system pendidikan Indonesia sesuai dengan slogan dari Ki Hajar Dewantara
Â
- Ing Ngarso Sun Tulodo (Di Depan Memberi Contoh)
- Ing Madya mBangun Kerso (Di Tengah Memberi Semangat)
- Tut Wuri Handayani (Di Belakang Memberikan Dorongan)
Artinya pendidikan di Indonesia memiliki tiga unsur sekaligus yang bekerja bersama-sama, yaitu orang tua (memberikan contoh) lingkungan / tempat tinggal peserta didik (yang ada di tengah) dan guru (yang mendorong di belakang). Bukan seperti sekarang dimana pendidikan Indonesia hanya di bebankan pada guru semata.
Kurikulum untuk Sekolah Dasar sampai Menengah seharusnya tetap tanpa harus diubah-ubah, karena 9 tahun sekolah dasar sifatnya membangunan dasar–dasar pendidikan baik mental, moral dan ketangkasan. Kegiatan ektra-kulikuler dan ‘out class’ seperti Pramuka , Palang Merah Remaja, bela diri hingga pecinta alam sangat perlu di masa ini.
Ketergantungan komputer pada masa ini hanya akan mendidik manusia menjadi apatis dan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap alat–alat bantu di sekitarnya. Saat alat bantu tidak berfungsi maka berhentilah proses kreatifitiasnya.
Tiga tahun di bangku Sekolah Menengah Atas barulah anak diarahkan sesuai dengan minat dan bakat dimana mulai ada penjurusan yang nantinya untuk menuju ke jenjang yang lebih tinggi seperti perguruan tinggi.
Di tingkat perguruan tinggi, para tenaga pengajar dan lembaga perguruan tinggi perlu dirangsang untuk menuju proses kreatif dalam hal meningkatkan kualitas tenaga pengajar (sekolah lanjut dan pencarian beasiswa) serta infrastruktur, khususnya di perguruan tinggi wilayah Indonesia bagian timur.
Pendidikan di Indonesia harus mampu menampung ratusan juta anak usia sekolah hingga nantinya mereka dapat menjadi pribadi-pribadi yang dapat diandalkan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan sekedar kepentingan pribadi atau sebatas golongan. Untuk itu seleksi alam dalam bentuk Naik/Tidak Naik Kelas serta adanya adanya Perkerjaan Rumah adalah kondisi yang harus diterima dengan banyaknya variasi dan disparitas angkatan belajar setiap tahunnya.
Anak – anak Indonesia itu besar dan terbentuk karena persaingan dan seleksi alam yang ketat.
Â
5. BERGANTI SELALU – POLITIK INDONESIA SEBUAH AMBIGU YANG DINAMIS
Politik Indonesia sebelum 1945 hanya punya satu tujuan………... MERDEKA. Para Pimpinan Partai Politik saat itu memiliki tujuan yang sama yaitu memerdekaan Indonesia lewat berbagai cara . Ada yang lewat pendidikan dan kesejahteraan (Indische Partij) atau Nasionalis Politik (PNI) bahkan jalur agama (NU dan Muhammadiyah)
Masuk di tahun 1955 saat presiden Soekarno mencoba untuk menerapkan system demokrasi terbuka, saat inilah bangsa Indonesia mulai belajar demokrasi dimana saat itu hampir 172 partai ikut pemilu . Yang terjadi jumlah partai yang banyak tidak memunculkan demokrasi yang sesungguhnya saat itu. Empat partai utama salah satunya adalah PKI malah menjadikan Indonesia makin kacau. Yang tidak puas mulai mengupayakan memisahkan diri atau malah menjadi terror keharmonisan negeri.
Di era Orde Baru dimana Soeharto sebagai presiden mempelajari hal ini bahwa bangsa Indonesia belum siap untuk berdemokasi dengan banyak partai politik, maka jumlah partai di perkecil hingga menjadi 3 partai. Pembangunan berjalan lancar walau masa masa tersebut represi kekuatan untuk menjadikan masyarakat menjadi sangat passive dan takut.
Puncaknya terjadi tahun 1998 dimana krisis ekonomi adalah pemicunya hingga jatuhnya kekuasaan presiden Soeharto. Penggantinya Presiden B.J Habibie membuka kembali keran demokrasi dengan ditandai bertumbuhnya puluhan partai politik sampai saat ini.Â
Partai politik apapun bentuknya tetap memiliki tujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Sampai saat ini belum ada yang benar- benar berupaya untuk mensejahterakan rakyat. Hingga berebut kekuasaan termasuk didalamnya kue kekuasaan yang diartikan adalah kue proyek-proyek sudah menjadi kebiasaan. Memang benar ada beberapa kegiatan partai yang sangat bermanfaat. Namun partai politik juga perlu dana untuk menghidupi kegiatannya dan karena inilah keinginan untuk berkuasa dan mendapatkan dana politik adalah termasuk yang utama.
Jadi pengalaman 1955 dan saat ini perlu kita jadikan kajian kembali ….... masih pantaskah Politik Banyak Partai kita pertahankan.
Â
6. KETAHANAN NASIONAL – APA KABARMU?
Dalam mata kuliah Wawasan Nusantara saat duduk di bangku kuliah, masih segar dalam ingatan saya, IPOLEKSOSBUDHAMKAMNAS – Ideologi Politik Sosial Budaya Pertahanan Keamanan Nasional harus selaras tanpa ada satu yang lebih dari yang lain. Sebagai sebuah simfoni kebangsaan yang di hembuskan sejak mengikuti penataran P4 sejak di bangku SMP hingga menjadi mahasiswa. Bosan ……. iya saat itu, suara Nara Sumber ibarat kaset rusak yang di putar berulang – ulang.
Tapi coba lihat saat ini, ditambah dengan adanya media sosial pada masa kini dimana setiap orang yang memiliki account di media social boleh menuliskan apa saja yang dia mau tanpa perlu berpikir apa effect tulisan tersebut. Tulisan – tulisan yang hadir lebih banyak yang menyerang pribadi lain ketimbang menyejukkan. Mengutip salah satu judul film ternama, Ada Apa Dengan KITA (A2DK), menjadi benar adanya karena hal ini.
Bangsa ini bisa terbelah, Slogan IPOLEKSOSBUDHAMKANNAS bisa goyah hanya karena oborolan tidak bermutu lewat media social. Dulu kita sangat menghindari bicara tentang SARA (Suku Agama dan Antar Golongan) namun kini banyak hal yang tidak patut dikemukakan terkuat di permukaan.Â
Ketahanan Nasional sebagai pilar keutuhan Negara juga mulai terusik. Ketahanan Nasional yang meliputi:
- Ketahanan Wilayah
- Ketahanan Pangan
- Ketahanan Energi
Di lihat dari kewilayahan, saat ini sudah mulai rapuh satu per satu saat kita mulai sibuk menyusun tapal batas baru setiap propinsi – propinsi baru yang mulai berdiri.
Wilayah Timor–Timur sudah melepaskan diri dari Indonesia sejak 1998 hingga timbulnya gesekan antar kepada daerah terkait batas wilayah karena hasil buminya sangat melimpah. Otomatis berpisahnya Timor-Timur juga merubah garis batas Negara Indonesia dan mempengaruhi ketahanan nasional.
Terbentuknya propinsi baru bisa dilihat dari 2 sisi, bisa menguntungkan namun bisa juga merugikan. Menguntungkan karena akan ada satu organisasi/ perangkat yang bekerja untuk adminstrasi daerah dan penyebaran penduduk dengan harapan terbentuk pusat pusat pertumbuhan yang baru di Indonesia. Namun dampak negatifnya antara lain bahwa pembentukan propinsi/kotamadya/kabupaten baru memerlukan dana awal yang besar, hingga akan menjadi beban APDN dan APDB sementara waktu.
Dari sisi ketahanan pangan, minat untuk mendalami dunia pertanian, peternakan, dan perkebunan sudah sangat luntur di generasi muda saat ini. Mereka lebih tertarik mendalami industri manufaktur, IT dan energi. Sedikit sekali yang mau turun ladang menjadi petani. Hal ini diperparah dengan regulasi pertanian yang tidak berpihak petani sebagai pelaku utama sektor ini. Maka terjadilah import bahan makanan dari luar negeri, Indonesia menjadi negara pengimport beras dan daging sapi, sesuatu yang seharusnya bisa kita produksi sendiri.
Dan untuk bidang energi, saat dimana Indonesia tidak lagi sebagai pengekspor minyak tapi malah sebagai pengimpor hingga kebutuhan energi yang selalu meningkat setiap tahunnya perlu ada terobosan baru bagaimana meningkatkan cadangan energi Indoensia dan diversifikasi energi. Dibidang minyak dan gas, perlu eksplorasi daerah–daerah baru khsusunya untuk wilayah Indonesia bagian timur. Namun banyak sekali rencana–rencana besar tersebut tidak dapat berjalan hanya karena persoalan adminstrasi, regulasi dan strategi yang tidak tepat hingga rencana besar hanya menjadi catatan di atas kertas semata.
Ketahanan Nasional adalah Basic Life Support (Pendukung Utama Kehidupan) bangsa Indonesia, maka pertahankanlah
Â
7. PENUTUP
Dari beberapa catatan di atas, sebenarnya permasalahan bangsa ini dapat diatasi apabila kita memiliki ketetapan hati dalam bernegara. Ketidaktetapan pendirian (Inconsistency) telah menjadikan bangsa ini tidak lagi sebagaimana dimanatkan oleh UUD 1945.
Kita terlalu sibuk dengan mematut-matutkan diri dengan Negara lain yang “lebih maju†dan berakhir dengan tanda tanya besar … “Mau seperti apa kita?â€. Kita sering terjebak dengan pola pikir mengutamakan yang baik (Good) bukan yang harus (Must). Baik itu relatif bagi setiap orang/golongan. Kita dapat berbeda pandangan akan arti Baik dengan orang lain. Sementara Harus adalah segala sesuatunya sesuai aturan tertulis yang ada walau kadang kala aturan itu terkesan salah dan dipaksakan.Â
Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari satu periode ke periode kepemimpinan berikutnya, dimana prinsip ganti pimpinan ganti arah kebijakan dan konsep pembangunan. Inilah akar masalahnya dimana pergantian arah kebijakan menjadikan bangsa Indonesia tidak memiliki arah pembangunan yang jelas dan menjadi tidak konsisten.
Perlu kesinambungan antara pemerintahan dan konsistensi dalam menjalankan roda pemerintahan, jangan hanya sekedar ingin dikenal baik apalagi untuk kekuasaan walau hanya sesaat.
Negri yg baik adalah negara berdaulat dengan ketetapan pendirian sesuai amanat perjuangan.
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
<!--[if !supportLists]-->[1] <!--[endif]-->Â https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia
Â
Â
Â
Â
Â
Comments